BETUN, KORANTIMOR.COM - Inspektorat Kabupaten Malaka Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah merekomendasikan 13 Kepala Desa (Kades) dari 63 Kades di Kabupaten Malaka yang telah diaudit ke Aparat Penegak Hukum/APH (Kepolisian dan Kejaksaan, red) untuk diproses hukum terkait dugaan korupsi.
Hal ini disampaikan Inspektur Inspektorat Kabupaten Malaka, Aleks Seran, SH saat ditemui wartawan tim media ini di ruang kerjanya, pada Jumat (03/06/2022) siang.

"Dari 63 Kades itu, 13 Kades diantaranya direkomendasikan ke Aparat Penegak Hukum (APH), sedangkan tiga Kades lainnya dipastikan tidak mengikuti Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak 2023," jelas Aleks Seran.
Menurut Aleks Seran, tiga Kades dimaksud dipastikan tidak maju Pilkades karena ada temuan kerugian negara lebih dari Rp 100 juta sebagaimana ditegaskan Bupati Malaka Dr Simon Nahak, SH, MH selama ini. Bahkan awal pekan ini, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Belu telah melakukan gelar perkara dugaan korupsi salah satu Kades di wilayah Kecamatan Sasitamean-Kabupaten Malaka.
"Besaran korupsinya hampir Rp 200 juta," tandasnya.
Audit yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Malaka, kata Aleks Seran, untuk mengetahui pengelolaan keuangan daerah dan keuangan negara di desa-desa di Kabupaten Malaka.
Merespon rekomendasi Inspektorat Kabupaten Malaka tersebut, pihak Kejari Belu berharap adanya sosialisasi atau bimbingan teknis terhadap para Kades, Bendahara Desa dan Operator Desa terkait sistem pengelolaan keuangan desa.
"Sosialisasi dan bimbingan teknis itu dimaksudkan sebagai langkah-langkah pencegahan penyelewengan keuangan negara dan keuangan daerah di desa-desa," tandas Aleks.
Mantan Kadis Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (PKPO) Kabupaten Malaka ini menampik adanya rumor kalau dirinya lamban melakukan audit terhadap para Kades.
"Biarkan saja rumor itu beredar. Sebab, orang di luar sana tidak tahu apa yang dilakukan para pejabat pemeriksa di lingkungan Inspektorat Kabupaten Malaka. Kalau kami mengeluhkan keterbatasan-keterbatasan di kantor ini, seolah-olah kami menyerah. Tidak, kami tidak menyerah," tegasnya.
Sebagai lembaga pemeriksa internal pemerintah, lanjutnya, ada etika birokrasi yang harus dijaga, sehingga kalau pun ada pemeriksaan, hasilnya tidak disebarkan sembarang, apalagi kepada media.
"Khusus kepada media, yang bisa memberikan keterangan tentang hasil pemeriksaan Inspektorat adalah Kepala Daerah, bukan Inspektur. Setiap hasil pemeriksaan pasti dilaporkan kepada kepala daerah. Sehingga, kepala daerah selalu mengikuti progres pemeriksaan Inspektorat. Kami tidak bisa mendahului kepala daerah," tegasnya lagi. (kt/tim)